Burung Hantu, populasinya hampir punah |
"Selama ini kami sudah tak mendengar lagi suara merdu burung hantu di kawasan hutan," kata Kepala Bidang Produksi Hutan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun), Kabupaten Lebak, Banten,Asep Mauladi, Minggu, 20/4-2008.
Ia mengatakan, pihaknya saat ini sedang mendata populasi burung hantu, sehubungan adanya kerusakan hutan yang mengakibatkan menepisnya bahan makanan. Pendataan ini, kata dia, dilakukan di kawasan hutan bagian selatan dan tengah Kabupaten Lebak selama dua pekan terakhir.
Populasi itu semakin terancam punah, dibuktikan di malam hari sudah tak terdengar suara merdu burung hantu.
"Dulu di kawasan hutan masih terdengar suara burung hantu di malam hari, tapi sekarang sangat prihatin dengan menghilang di habitatnya," katanya.
Menurut dia, burung hantu adalah kelompok burung yang merupakan anggota ordo Strigiformes. Burung ini termasuk golongan burung buas (karnivora, pemakan daging) dan merupakan hewan malam (nokturnal).
Tahun 1990-an, ujar dia, diperkirakan populasi burung hantu di kawasan hutan sekitar 250 ekor. Sebab burung pemakan tikus, serangga dan kodok kini semakin punah akibat terjadi kerusakaan hutan itu.
Ia menyebutkan, di tengah masyarakat burung hantu masih dianggap pembawa pratanda buruk, seperti akan terjadi musibah bencana alam atau kematian. Oleh karena itu, sebagian warga banyak melakukan pemburuan untuk dimusnahkan. Padahal, burung itu termasuk dilindungi oleh Undang-undang tentang flora dan fauna.
Sementara itu, Dede, warga Kabupaten Lebak, menyatakan, sekitar tahun 1970-an di Kota Rangkasbitung hampir setiap malam suara burung hantu saling bersahutan antara satu dengan yang lainnya mulai pukul 21.00 sampai 40.00 Wib yang berlindung di pohon.
"Jika burung itu bersuara maka suasana kampung sepi dan merasa ketakutan pertanda akan terjadi bencana," katanya.
Ia menambahkan, menghilangnya burung hantu selain menepisnya bahan makanan akibat kerusakan hutan juga banyak pemburu liar yang menjualnya ke luar daerah. (ant/ly)