Rapat Badan Kordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakorpakem), Selasa (16/4/2008) yang memutuskan Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) menyimpang dari ajaran Islam sehingga harus menghentikan seluruh kegiatan, mendapat kecaman keras dari Presiden Republik Indonesia (RI) ke-4 KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Menurut mantan Ketua PBNU ini, putusan Bakorpakem, yang didasarkan pada fatwa sesat Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“Kalau perlu tangkap saja yang melanggar Undang-undang.”
Demikian disampaikan Gus Dur saat menjadi narasumber pada acara Kongkow Bareng Gus Dur bertema Perempuan, Keragaman, dan Kearifan Lokal di Green Radio, Jl. Utan Kayu No. 68 H Jakarta, Sabtu (19/04/2008) pagi.
Gus Dur mengakui, dirinya tidak sesuai dan tidak setuju dengan ajaran yang dibawa Ahmadiyyah. Namun, akunya, berdasarkan UUD 1945, para penganut Ahmadiyyah memiliki hak untuk hidup di Tanah Air ini.
“Mau ajaran apa saja terserah,” kata Ketua Dewan Syura DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH. M. Hasyim Asyari ini menyatakan, Bakorpakem dan MUI telah menafikan fakta kemajemukan bangsa Indonesia.
Jadi, hanya orang-orang jujur yang bisa mengerti dan mengawal kemajemukan ini. “Orang-orang yang jujur pada UUD 1945, yang otomatis mengawal pluralitas yang punya akar sangat dalam di kehidupan bangsa kita,” terang Gus Dur.
“Bagaimana dengan aliran kepercayaan?” tanya Zainuddin dari Jambi.
Gus Dur menyatakan, banyaknya ajaran kepercayaan tidak perlu diributkan atau dipermasalahkan. Soal ritual mereka berbeda dengan umat Islam pada umumnya, itu urusan lain lagi.
“Kenapa mereka kita paksa supaya sama dengan kita?,” tanya Gus Dur heran.
Pada kesempatan ini, Gus Dur juga menyatakan, hanya orang goblog yang menganggap dirinya saja yang benar dan masuk surga, sementara orang lain yang berbeda salah dan masuk neraka.
“Kalau kita sudah tahu mereka goblog, ya sudah. Kenapa pusing-pusing amat sih?,” kata Gus Dur santai.[nhm] gusdur.net