Yakni tren monopoli virtual oleh usaha keluarga karena koneksi terhadap pemerintah mulai melemah semenjak krisis ekonomi tahun 1997-98. Tren kedua adalah peranan internet dan teknologi baru lain yang memberi kesempatan lebih luas kepada para pemilik usaha untuk promosi. Hedrick-Wong mengistilahkan orang-orang kaya ini sebagai ”Sekelompok pebisnis makmur”, karena sebagian besar dari mereka masih berusia muda.
Di China 22% dari orang-orang kaya berusia kurang dari 30 tahun dan 64% di bawah 47 tahun. Menurut laporan tahunan kemakmuran tahun 2007 yang dirilis Merrill Lynch&- Co. dan perusahaan konsultan Capgemini, Asia adalah tempat dimana sepertiga orang-orang kaya dunia bermukim. Mereka rata-rata mempunyai aset lebih dari USD1 juta, belum termasuk tempat tinggal yang mewah.
India Mendominasi
Jumlah jutawan Asia yang tumbuh menjadi super kaya juga meningkat. Berdasarkan laporan tersebut jumlah orang yang mempunyai kekayaan lebih dari USD30 juta meningkat 12% pada tahun 2006 menjadi 17.500 orang.
Ini menandakan pertumbuhan secara global naik mencapai 11%. Dulu Jepang dikenal sebagai negara dengan jumlah miliarder terbanyak.Namun gelar tersebut telah direbut India tahun lalu. Menurut data Majalah Forbes yang mempublikasikan orangorang terkaya di dunia bulan lalu, jumlah miliarder India meningkat dari 34 orang tahun lalu menjadi 53 orang tahun ini.
Malah dalam daftar 10 terkaya di dunia yang dirilis Forbes itu,empat di antaranya dari India. Sementara China menambahkan 28 orang ke dalam daftar tersebut tahun lalu sehingga jumlahnya bertambah jadi 42 orang.Hong Kong menambahkan 5 sehingga total miliarder negara itu menjadi 26 orang.
Penguatan mata uang Asia terhadap dolar,juga menghasilkan keuntungan tersendiri karena minat terhadap perusahaan dagang publik di Asia.Pasar saham yang turun membuat orang lebih bebas membuat jaringan. Ketika tingkat kemakmuran semakin fluktuatif maka pengusaha kaya pun akan bermunculan.
Serba Mewah
Orang-orang kaya ini memberikan pengaruh dalam perekonomian Asia karena membuka lapangan pekerjaan di dalam industri baru, memberi amal dan melakukan pengeluaran untuk membeli kapal pesiar dan mobil mewah sebagai pemenuhan kebutuhan.
Sebuah restoran Prancis di Singapura, St. Julien, laku keras menjual caviar Beluga Rusia yang seharga USD300 per 20 gramnya. Di malam akhir pekan,pemesanan bisa mencapai 16 piring. Pemilik restoran tersebut mengatakan sebuah pesta kecil bisa menghabiskan USD10.000 (sekitar Rp90 juta) untuk sebotol anggur Chateau Petrus.
Beberapa miliarder lain seperti Charles Zhang, pengusaha internet China menghabiskan uang dengan membeli kapal pesiar mewah sepanjang 22 meter dan jet pribadi serta sebuah helikopter yang juga dimiliki seorang pengusaha hotel dan restoran, Kunisuke Sadakata di Jepang.
Kemudian ada seorang pengusaha makanan Vinit Kumar, salah satu miliarder baru India yang sangat gemar mengoleksi barang antik hingga tidak mempunyai cukup ruang untuk menggantungnya. Pelaku industri lama seperti bank, tekstil dan real estate juga masih mempunyai budaya berfoya-foya.
Mereka menghabiskan kekayaannya dengan membeli barang-barang seperti lukisan Mao buatan Andy Warhol yang dibeli pengusaha properti, Joseph Lau seharga USD17,5 juta pada 2006. Lukisan ini kemudian menyandang rekor sebagai lukisan termahal saat itu. Di Mumbai,India pemimpin Reliance Industries Ltd., Mukesh Ambani,50,yang bisnisnya mencakup penyulingan minyak, tekstil dan retail sedang sibuk membangun menara baru yang akan digunakan sebagai tempat tinggal keluarganya.
Konsumerisme para pelaku ekonomi industri ini bukan tanpa alasan. ”Keuntungan mereka lebih terlihat dengan uang tunai, mereka mau menyombong sehingga masyarakat melihat bahwa mereka telah makmur,” ujar Vispi Patel, direktur LVMH Moet Hennessy Louis Vuitton SA unit India yang berbasis di New Delhi. Fenomena ini membuat pemerintah khawatir akan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial di masyarakat Asia. Di dalam pidatonya tahun lalu,Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong memperingatkan warganya jika kecemburuan politik di antara masyarakat dibiarkan, maka kehidupan sosial warga Singapura akan hancur dan menderita.
Walaupun penurunan ekonomi global saat ini mempengaruhi ekonomi, para ekonom memperkirakan hal itu hanya menghentikan kon- sumerisme para miliarder untuk sementara. Beberapa produsen barang mewah bahkan tidak merasakan efek krisis ekonomi global ini.
Lain di Indonesia
Mengenai efek krisis global dan AS di Indonesia, Direktur Pelaksana Econit Advisory Group Hendri Saparini menegaskan dampaknya memang lebih besar. Tidak sama dengan situasi di China, India, Singapura, ataupun Malaysia. Hal ini, kata Hendri, disebabkan nilai ekspor Indonesia ke Amerika yang memang besar.
Di samping itu, pasar ekspor Indonesia terkonsentrasi di negara-negara tertentu. Kondisi itu mengakibatkan Indonesia kesulitan mencari pasar ekspor baru. ”Begitu juga dengan barang impor,” kata Hendri kepada SINDO di Jakarta kemarin. Dia menuturkan, untuk negara Asia lain yang mempunyai industri tinggi seperti China dan India, memang tidak mempunyai kebergantungan terhadap pasar Amerika.
Sebab, India dan China mampu merambah pasar ke negara lain. Selain itu,lanjut dia,daya saing produk kedua negara itu tinggi sehingga mudah untuk mencari pasar baru. Sementara itu, ekspor Indonesia 50%-nya terdiri atas produk primer (primary product), di mana sekitar 20%- nya diekspor ke Amerika. Ekspor Indonesia selama ini dinilai hanya mengikuti arus, di mana harga yang didapat mengikuti kondisi dunia.
Sementara negara seperti Thailand dan Malaysia, mempunyai industri yang kompetitif.”Dengan ini menjadi tidak mudah mengatasi hal ini,”ujarnya. Sementara itu, Direktur Eksekutif Indef Ahmad Erani Yustika mengatakan bahwa ketahanan perekonomian Indonesia tidak bisa disamakan dengan negara-negara lain di kawasan Asia seperti Malaysia, China,dan Singapura.Sebab, untuk beberapa hal seperti ketahanan pangan dan produksi minyak Indonesia masih rentan.
Apalagi,Amerika masih menjadi pangsa pasar ekspor terbesar produk Indonesia. ”Jika perekonomian AS turun 1%, Indonesia juga mengalami penurunan sebesar 0,3–0,4%,”jelas dia. Ahmad menambahkan, faktor lain yang menyebabkan gejolak perekonomian di AS sangat berpengaruh terhadap kondisi perekonomian nasional, yaitu di negaranegara lain tidak ada kebijakan subsidi sehingga anggaran belanjanya tidak berpengaruh dengan gejolak apa pun.
Baca Juga :
Kisah Seorang Bekas Jutawan
Awing Terkaya, Shaikhu Termiskin
CEO Termuda dan Terkaya