bebas bayar, pembayaran mudah dan cepat, transaksi online, pembayaran tagihan dan tiket, transfer dana online

Menghalalkan Yang Haram

Miliaran dolar AS dan euro hasil colongan dari Indonesia kini duduk manis di berbagai bank negara maju. Berkat desakan PBB dan Bank Dunia, pemerintah pun menyiapkan tim pemburu uang haram itu.

Kini, di sebuah tempat di luar Jakarta, para pemburu aset curian itu sedang menyiapkan diri. Di sana ada wakil dari Kejaksaan Agung, Mabes Polri, serta Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). Tugas mereka: merealisasikan keikutsertaan Indonesia dalam program Stolen Asset Recovery alias StAR Initiative.

Tugas ini jelas mulia, karena bertujuan mengembalikan kekayaan negara yang telah dicuri para koruptor.

Semua itu tentu saja tak lepas dari desakan PBB dan Bank Dunia yang ingin Indonesia lebih agresif dalam memburu kekayaan para koruptor. Ini, antara lain, karena mantan Presiden Soeharto tercatat sebagai kepala negara paling korup di dunia. Nilai kekayaan yang dicuri selama 32 tahun masa kekuasaannya berkisar US$ 15-35 miliar.

Sebagaimana hasil korupsi di negara-negara sedang berkembang lainnya, menurut kajian StAR, uang milik koruptor Indonesia kebanyakan disimpan di pusat-pusat keuangan negara maju. Sebagian besar dari banyak uang itu telah diputihkan dan dikembangbiakkan oleh para manajer dana kelas wahid.

Tapi, meski mulia serta didukung PBB dan Bank Dunia, tak berarti program StAR bisa berjalan mulus. Sebab, bisa jadi, bakal sangat banyak orang yang terkena, termasuk sejumlah birokrat, politisi, dan bahkan aparat penegak hukum yang sedang berjaya. Maklum, yang disasar StAR sesungguhnya bukan cuma uang haram milik Soeharto, tapi semua hasil korupsi yang dilakukan oleh siapa saja.

Ini karena salah satu tujuan StAR adalah mencegah penggunaan uang hasil kejahatan untuk membiayai terorisme dan tindak kriminal lainnya. Apalagi, nilai uang semacam itu besar sekali dan terus menggelembung setiap saat.

Menurut catatan StAR, peredaran uang haram lintas negara setiap tahunnya bernilai US$ 1-1,6 triliun. Uang ini kebanyakan berasal dari hasil korupsi dan penggelapan pajak.

Sementara uang hasil sogokan yang diterima para pejabat publik negara sedang berkembang, dalam perhitungan StAR, bernilai US$ 20-40 miliar per tahun. Banyak dari uang haram ini, menurut StAR, berasal dari perusahaan-perusahaan multinasional.

Maka, gampang dibayangkan betapa sulitnya merealisasikan program StAR di Indonesia. Sebab, selain korupsi masih merajalela, kini para politisi sedang membutuhkan banyak uang agar tak menjadi kecundang dalam Pilkada atau Pilpres 2009.

Dalam keadaan seperti ini, sinergi antara duit haram dan politisi busuk tentu bisa sangat efektif untuk meredam StAR. Apalagi, StaR dimotori negara-negara maju yang kerap dicurigai sebagai biang keladi pemiskinan rakyat negara-negara sedang berkembang.

Sinergi semacam itu, bagi mereka, jelas sangat penting. Ini karena mereka tentu tak ingin bernasib seperti mantan Presiden Filipina Presiden Marcos yang terpaksa mengembalikan sebagian hasil jarahannya senilai US$ 624 juta kepada negara.

Tapi, bisa jadi, jangan-jangan StaR malah diharapkan oleh para koruptor. Maklum, dalam soal penegakan hukum, Indonesia masih jauh dari ideal. Jadi, mereka sesungguhnya ingin agar hasil jarahannya segera ditransfer ke kas negara.

Lalu, melalui pengacara bertarif miliaran rupiah, mereka menggiring pengadilan agar StAR bernasib sama dengan majalah TIME, yang divonis bersalah gara-gara menuduh Soeharto seorang koruptor.

Maka, secara hukum, jangan heran jika nanti seluruh kekayaan para koruptor itu menjadi halal! [I3]
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Belajar Bahasa Inggris