Banyak orang sangat sebal dengan masalah mendengkur, terutama saat harus berpergian dengan teman-teman atau pasangan suami/istri di mana mereka harus tidur sekamar. Karena salah satu mendengkur bagai guntur, yang lain jadi terganggu, tidak bisa tidur. Namun ada orang yang mengatakan bahwa menyanyi dapat membantu mengatasinya.
Pita suara manusia ada sebagian yang dapat memperkuat gerakan otot langit-langit lunak, sedang mendengkur pada malam hari adalah karena otot-otot ini lemah dan tak bertenaga.
Baru-baru ini, seorang guru musik yang bernama Alice menemukan bahwa para penyanyi profesional demi memperbaiki warna suara mereka, telah mengikuti suatu pelatihan secara profesional, yang dapat menjadikan otot menjadi lebih kuat. Bertitik tolak dari hal ini, Alice telah melakukan pelatihan yang serupa bagi orang-orang yang mempunyai masalah mendengkur. Akhirnya, ia mendapatkan bahwa pelatihan ini sungguh mendatangkan hasil bagi sejumlah penderita. Bahkan salah satu penderita mengatakan bahwa sebelumnya suara dengkurannya bagai guntur, tetapi sekarang sudah jauh mengecil.
Saat ini, sedang diadakan uji coba secara klinis terhadap pelatihan semacam ini. Penderita yang terlibat dalam percobaan ini berjumlah 120 orang, separuh di antaranya adalah penderita akut.
Selama dalam penelitian, penderita harus berlatih menyanyikan sejumlah lagu tertentu yang bertujuan untuk melatih otot-otot pada mulut bagian belakang serta hulu kerongkongan dan pangkal tenggorokan bagian atas. Lagu-lagu yang dipakai untuk mengobati penyakit ini bila dinyanyikan dapat membuat sejumlah otot di beberapa lokasi tertentu menjadi mengkerut / lebih kuat, karena lagu-lagu itu memang diciptakan khusus untuk membuat otot-otot itu bekerja.
Cara pengobatan ini masih belum sepenuhnya dapat berefek pada setiap orang. Namun karena mendengkur adalah hal yang membahayakan kesehatan manusia; di mana mendengkur saat tidur kadang-kadang bisa menyebabkan pernafasan terhenti secara mendadak. Oleh karena itu orang-orang masih menaruh harapan besar pada pelatihan ini. (The Epoch Times/mgl) Kutipan