ENERGI merupakan bagian penting dalam kehidupan masyarakat karena hampir semua aktivitas manusia selalu membutuhkan energi. Misalnya untuk penerangan, proses industri atau untuk menggerakkan peralatan rumah tangga diperlukan energi listrik; untuk menggerakkan kendaraan baik roda dua maupun empat diperlukan bensin, serta masih banyak peralatan di sekitar kehidupan manusia yang memerlukan energi.
SEBAGIAN besar energi yang digunakan di Indonesia berasal dari energi fosil yang berbentuk minyak bumi dan gas bumi. Energi juga dapat diperoleh dari turbin yang digerakkan oleh air dan menghasilkan energi listrik. Saat ini sudah banyak diketahui potensi alam dalam menyediakan energi alternatif pengganti energi dari fosil, antara lain energi dari reaktor nuklir, energi dari tenaga angin atau energi dari sinar matahari, dan lain sebagainya. Mengapa saat ini perlu dipikirkan energi alternatif untuk masa depan? Persoalan ini dimulai dari persediaan energi dari fosil sangat terbatas dan diperkirakan akan habis dalam kurun beberapa tahun mendatang.
Dengan demikian, banyak negara, terutama yang tidak memiliki persediaan energi fosil dan sangat tergantung dengan negara-negara pengekspor minyak dan gas bumi, sudah mulai mempersiapkan diri untuk mencari energi alternatif serta melakukan program-program nasional untuk menghemat penggunaan energi. Kedua kegiatan ini dilakukan secara paralel, keterlibatan pihak pemerintah sangat besar dalam pelaksanaan program tersebut, terutama dalam melakukan sosialisasi hasil penelitian dan pengembangan di bidang energi.
Pada pertemuan tahunan para ahli silisium bulan Mei 2000 di Tromse, Norwegia, seperti yang diberitakan majalah Stren tanggal 9 November 2000, diperoleh ide untuk memanfaatkan pasir sebagai sumber energi alternatif masa depan yang diungkapkan oleh Prof Nobert Auner dari Universitas Frankfurt, Jerman. Ide ini diperolehnya setelah dia mendengarkan presentasi Gudrun Tamme dari PT Wacker, Berghausen, Jerman, tentang "Silisium dan Tembaga Dioksida dalam Produksi Silikon merupakan Campuran yang Berbahaya?".
Tema ini diangkat berdasarkan pengalaman PT Wacker pada tahun 1998 yang memproduksi silan (produk antara dalam proses produksi silikon). Silo tempat penyimpanan silisium dan tembaga dioksida menunjukkan kenaikan temperatur yang sangat tinggi, dari suhu ruang menjadi 200 derajat Celsius dan bahan campuran dalam silo tersebut menjadi sangat keras. Selanjutnya silo tersebut dikurangi isinya hingga separuh, dengan harapan suhu akan turun. Akan tetapi, suhu dalam silo masih tetap tinggi, bahkan suhu di tengah silo menunjukkan angka 400 derajat Celsius. Para pekerja berupaya menurunkan suhu silo dengan cara menyiramkan air pada bagian luar silo, karena sangat berbahaya apabila air bereaksi dengan silisium maka akan terjadi reaksi panas yang luar biasa, bahkan bisa menimbulkan ledakan pada silo.
Usaha ini belum berhasil, kemudian ditempuh upaya dengan mengalirkan gas nitrogen dan selanjutnya gas argon untuk menurunkan suhu silo. Usaha yang ditempuh terakhir ini menunjukkan hasil positif, suhu silo kembali normal. Pada saat dilakukan penyaluran gas argon ke dalam silo, diketahui adanya "lava" dalam bahan campuran di dalam silo tersebut. Lava ini yang memberikan ide bagi Prof Nobert Auner untuk memanfaatkan pasir yang memiliki penyusun utamanya silisium dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif masa depan.
Kondisi tersebut merupakan ide dasar untuk menggunakan pasir sebagai bahan bakar. Berdasarkan kondisi yang terjadi di PT Wacker tersebut dan hasil penelitian di Universitas Frankfurt, maka ada beberapa kemungkinan dalam pemanfaatan pasir tersebut.
1. Pasir terdapat di banyak tempat, baik dalam bentuk batuan atau pasir seperti yang terdapat di gurun pasir. Pasir sebagian besar tersusun oleh silisiumdioksida, sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku produksi silisium.
Dalam proses pengolahan silisiumdioksida menjadi silisium atau bahan metal yang berwarna abu-abu dapat digunakan energi yang ramah lingkungan dan disediakan oleh alam, yaitu energi angin atau tenaga dari sinar matahari. Silisium merupakan bahan tidak beracun serta memiliki kandungan energi seperti karbon, yang merupakan inti energi fosil. Energi dalam silisium tersimpan dengan aman karena adanya ikatan kimia, serta dapat dipindahkan ke tempat yang lain dengan aman. Sebagai bahan pembanding pada tabel I ditampilkan besarnya energi yang dihasilkan oleh beberapa sumber energi alternatif. Lihat Tabel 1.
2. Silisium murni merupakan bahan baku industri yang bernilai miliaran dollar, karena silisium merupakan bahan baku untuk memproduksi chip komputer dan silikon.
Dari silikon masih dapat diproduksi beberapa macam barang lanjutan seperti bahan pembuatan cat, payudara buatan, bahan kosmetik, contact-lens, keramik, dan ban mobil.
Saat dilakukan proses produksi silisium menjadi silikon diperoleh produk samping cair, Tetramethylsilan (TMS) yang memiliki energi bakar sebesar bensin dari minyak bumi. Apabila TMS ini dibakar, maka akan dihasilkan energi serta gas CO2 yang lebih sedikit dibandingkan bensin serta pasir bersih.
Dengan demikian, TMS ini bisa digunakan sebagai bahan bakar alternatif masa depan, walaupun perlu diperhatikan pasir yang dihasilkan selama proses pembakaran.
3. Reaktor silisium merupakan reaktor yang ramah lingkungan, karena dalam proses pembakaran untuk menghasilkan energi, reaktor ini menggunakan gas O2 dan N2 yang banyak tersedia di udara bebas.
Panas yang dihasilkan dari proses pembakaran dapat digunakan untuk menjalankan turbin yang dapat menghasilkan energi listrik. Selain dihasilkan energi panas, dalam proses pembakaran juga dihasilkan pasir dan silisium nitrit, yang dapat digunakan untuk memproduksi keramik atau gelas. Selain itu, silisium nitrit bisa digunakan sebagai bahan pelapis yang tahan goresan, kelembaban udara, api, dan asam.
Di samping itu juga dihasilkan gas yang mempunyai komposisi 80 persen gas N2, CO2, dan O2 yang mirip dengan komposisi gas di udara bebas sehingga tidak banyak menimbulkan masalah polusi.
Adapun dari silisium nitrit sendiri dapat dihasilkan gas NH3 atau amoniak, yang juga dapat digunakan sebagai bahan bakar penggerak motor atau mobil di masa yang akan datang. Di samping itu amoniak juga bisa digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk urea atau pupuk nitrogen. Apabila hal ini bisa dilaksanakan, maka akan dapat dilakukan perbaikan proses untuk menghasilkan pupuk urea, yaitu dengan tidak digunakannya lagi proses klasik Haber-Bosch yang membutuhkan temperatur dan tekanan yang tinggi serta memerlukan biaya proses yang mahal.
Selain itu, gas CO2, yang dikeluarkan selama proses dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan methan, bahan bakar pengganti bensin. Pembakaran gas methan juga akan menghasilkan gas CO2 lagi, tetapi menurut Daniel Herbst dari Universitas Karlsruhe, Jerman, dapat pula dihasilkan cairan bahan bakar yang bebas CO2 melalui proses bioteknologi atau elektrolisa.
Pengetahuan awal tentang penggunaan pasir sebagai bahan bakar alternatif di masa mendatang masih perlu dikembangkan lebih lanjut. Tetapi terobosan ilmiah ini perlu mendapat perhatian dari semua pihak baik pemerintah, perusahaan, dan lembaga penelitian atau perguruan tinggi yang memberikan prioritas dalam pengembangan energi masa depan.
Di Indonesia yang selama ini dimanja dengan berbagai fasilitas kekayaan alamnya, masih sangat rendah perhatiannya terhadap penggunaan energi secara efektif. Hal ini sangat perlu diubah untuk mengantisipasi era globalisasi yang semakin dekat, karena isu penggunaan energi atau manajemen energi maupun manajemen lingkungan hidup akan menjadi isu penting dari produk-produk perdagangan dunia.
Dengan diberlakukannya ISO 14000 tentang manajemen lingkungan serta ISO 14040 mengenai Life Cycle Assessment (LCA) semakin menyadarkan kita bahwa pengelolaan lingkungan hidup, kekayaan alam, serta manajemen energi pasti akan menjadi salah satu isu penting di dunia perdagangan internasional.
(Oleh Wahyu Suparton , Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian UGM Yogyakarta)