Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) akan membekukan sertifikat alat perangkat telekomunikasi yang pernah diterbitkan oleh Ditjen Postel untuk semua merk produk BlackBerry rilisan Research in Motion (RIM).
"Sertifikat alat perangkat telekomunikasi yang pernah diterbitkan oleh Ditjen Postel untuk semua merk produk BlackBerry (RIM) akan dibekukan," kata Kepala Pusat Indormasi dan Humas Departemen Kominfo, Gatot S. Dewa Broto, di Jakarta, Minggu (5/7).
Konsekuensinya, pemegang sertifikat produk BlackBerry untuk sementara tidak dapat melakukan importasi atas produk tersebut. Pembekuan, kata Gatot, akan dilakukan sampai ada komitmen dan realisasi/implementasi pemberian garansi dan pendirian layanan purna jual produk RIM (BlackBerry) di Indonesia.
"Tidak ada maksud dari Ditjen Postel untuk memaksakan kehendaknya secara sepihak karena kesempatan bagi RIM untuk membuka layanan purna jual sudah cukup panjang, namun belum ada juga komitmennya," katanya.
Sebelumnya pihaknya telah mengadakan pertemuan dengan RIM untuk membicarakan rencana pembukaan kantor layanan purnajual sebagai upaya perlindungan konsumennya di Indonesia. RIM saat itu meminta waktu untuk melakukan studi kecocokan demi menentukan bentuk kantor cabang yang dinilai paling pas di Indonesia namun sampai saat ini belum ada kepastian tersebut.
"Ditjen Postel dapat saja melakukan penghentian proses sertifikasi beberapa bulan yang lalu, namun demikian itu sama sekali tidak dilakukan karena tetap memberi kesempatan pada RIM untuk sesegera mungkin merealisasikan komitmennya," katanya.
Tetapi, pihaknya memutuskan tidak dapat lagi memperpanjang sikap fleksibilitas tersebut karena pertumbuhan BlackBerry sudah cukup tajam peningkatannya di Indonesia. "Ditjen Postel sudah memberi toleransi cukup besar kepada RIM," katanya.
Upaya tersebut menurut Gatot, juga merupakan bentuk perlindungan secara tidak langsung dari Ditjen Postel kepada RIM untuk mengantisipasi bila suatu saat terjadi kondisi buruk akibat munculnya legal action dari masyarakat akibat buruknya layanan purna jual.
Terlebih dengan mengacu pada UU Perlindungan Konsumen yang mewajibkan pelaku usaha (dalam hal ini perdagangan produk BlackBerry) untuk mematuhinya tersebut di antaranya Pasal 4 butir (h) yang menyebutkan, bahwa hak konsumen adalah hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
"Keputusan dengan jangka waktu tersebut sudah dipertimbangkan dengan sangat hati-hati dan juga mempertimbangkan segala aspek serta sama sekali tidak didorong oleh suatu kepentingan persaingan industri vendor/importir telekomunikasi," katanya.
Ia menekankan, Ditjen Postel, Departemen Kominfo, tetap mengedepankan esensi transparansi, obyektivitas, dan anti-kolusi. Gatot menegaskan, masyarakat umum berhak melakukan monitoring terhadap pelaksanaan keputusan tersebut. "Keputusan ini juga tetap mempertimbangkan iklim investasi dan juga hubungan kerja sama dan perdagangan Indonesia dengan Kanada yang sesungguhnya cukup harmonis dan konstruktif," katanya.
Oleh karena itu, katanya, jika nantinya RIM merealisasikan komitmennya, maka Departemen Kominfo akan mencabut kembali keputusan tersebut.
Namun demikian, menurut dia, keputusan terhadap masalah BlackBerry itu terpaksa diambil karena justru merupakan manifestasi dari kepatuhan dan konsistensi pelaksanaan ketentuan yang berlaku. "Kepada warga masyarakat yang sudah memiliki dan akan membeli produk BlackBerry diberi jaminan, bahwa mereka tetap dapat menggunakan BlackBerry," katanya.
Gatot menekankan agar masyarakat membeli perangkat tersebut yang telah bersertifikat, berlabel, dan bukan produk black market.
Sumber: Kompas.com
"Sertifikat alat perangkat telekomunikasi yang pernah diterbitkan oleh Ditjen Postel untuk semua merk produk BlackBerry (RIM) akan dibekukan," kata Kepala Pusat Indormasi dan Humas Departemen Kominfo, Gatot S. Dewa Broto, di Jakarta, Minggu (5/7).
Konsekuensinya, pemegang sertifikat produk BlackBerry untuk sementara tidak dapat melakukan importasi atas produk tersebut. Pembekuan, kata Gatot, akan dilakukan sampai ada komitmen dan realisasi/implementasi pemberian garansi dan pendirian layanan purna jual produk RIM (BlackBerry) di Indonesia.
"Tidak ada maksud dari Ditjen Postel untuk memaksakan kehendaknya secara sepihak karena kesempatan bagi RIM untuk membuka layanan purna jual sudah cukup panjang, namun belum ada juga komitmennya," katanya.
Sebelumnya pihaknya telah mengadakan pertemuan dengan RIM untuk membicarakan rencana pembukaan kantor layanan purnajual sebagai upaya perlindungan konsumennya di Indonesia. RIM saat itu meminta waktu untuk melakukan studi kecocokan demi menentukan bentuk kantor cabang yang dinilai paling pas di Indonesia namun sampai saat ini belum ada kepastian tersebut.
"Ditjen Postel dapat saja melakukan penghentian proses sertifikasi beberapa bulan yang lalu, namun demikian itu sama sekali tidak dilakukan karena tetap memberi kesempatan pada RIM untuk sesegera mungkin merealisasikan komitmennya," katanya.
Tetapi, pihaknya memutuskan tidak dapat lagi memperpanjang sikap fleksibilitas tersebut karena pertumbuhan BlackBerry sudah cukup tajam peningkatannya di Indonesia. "Ditjen Postel sudah memberi toleransi cukup besar kepada RIM," katanya.
Upaya tersebut menurut Gatot, juga merupakan bentuk perlindungan secara tidak langsung dari Ditjen Postel kepada RIM untuk mengantisipasi bila suatu saat terjadi kondisi buruk akibat munculnya legal action dari masyarakat akibat buruknya layanan purna jual.
Terlebih dengan mengacu pada UU Perlindungan Konsumen yang mewajibkan pelaku usaha (dalam hal ini perdagangan produk BlackBerry) untuk mematuhinya tersebut di antaranya Pasal 4 butir (h) yang menyebutkan, bahwa hak konsumen adalah hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
"Keputusan dengan jangka waktu tersebut sudah dipertimbangkan dengan sangat hati-hati dan juga mempertimbangkan segala aspek serta sama sekali tidak didorong oleh suatu kepentingan persaingan industri vendor/importir telekomunikasi," katanya.
Ia menekankan, Ditjen Postel, Departemen Kominfo, tetap mengedepankan esensi transparansi, obyektivitas, dan anti-kolusi. Gatot menegaskan, masyarakat umum berhak melakukan monitoring terhadap pelaksanaan keputusan tersebut. "Keputusan ini juga tetap mempertimbangkan iklim investasi dan juga hubungan kerja sama dan perdagangan Indonesia dengan Kanada yang sesungguhnya cukup harmonis dan konstruktif," katanya.
Oleh karena itu, katanya, jika nantinya RIM merealisasikan komitmennya, maka Departemen Kominfo akan mencabut kembali keputusan tersebut.
Namun demikian, menurut dia, keputusan terhadap masalah BlackBerry itu terpaksa diambil karena justru merupakan manifestasi dari kepatuhan dan konsistensi pelaksanaan ketentuan yang berlaku. "Kepada warga masyarakat yang sudah memiliki dan akan membeli produk BlackBerry diberi jaminan, bahwa mereka tetap dapat menggunakan BlackBerry," katanya.
Gatot menekankan agar masyarakat membeli perangkat tersebut yang telah bersertifikat, berlabel, dan bukan produk black market.
Sumber: Kompas.com