Selain dilirik kalangan profesional, tokoh-tokoh yang terlibat dalam MLM bukan “orang sembarangan”. Ada Stephen Covey, Zig Ziglar, Robert T Kiyosaki, Anthonny Robbin, Paul Zane Piltzer, termasuk Hermawan Kertajaya yang mau mengikuti acara orang-orang MLM.
Masih bersikap nyiyir terhadap MLM ?? Tampaknya tak perlu lagi. Itu ibarat “keranjang sampah”, yang tak perlu digubris. Sebab geliat bisnis ini, tak ubahnya buah yang ranum, hingga menarik pelbagai kalangan untuk “mencicipi”, termasuk kalangan profesional. Tak hanya itu saja. Tudingan bisnis ini berkembang di negara yang perekonomiannya “senen kamis” – seperti di negara tuan-tuan ini, juga tak masuk akal.
Tengok saja Malaysia, yang pertumbuhan ekonominya melesat meninggalkan Indonesia. Di situ, seperti ditulis oleh World Federation Direct Selling Associaton (WFDSA), total jumlah distributor yang menggeluti DS/MLM tahun 2003 mencapai 4 juta. Itu berarti sekitar 16% dari 24 juta penduduk Negeri Jiran itu “bermain” DS/MLM. Sementara, omset penjualan produknya mencapai 1.26 miliar dolar. Diperkirakan, perusahaan DS/MLM di sana lebih dari 200.
Sementara Indonesia, di tahun yang sama, mencapai 6,25 juta dolar. Jumlah distributornya sekitar 5,4 juta. Jika dikaitkan dengan populasinya yang mencapai 220 juta, maka sekitar 2,5 persen yang menggeluti DS/MLM. Itu menunjukkan, kita jauh tertinggal dengan Malaysia.
Begitupun jika dibandingkan dengan Taiwan. Data WFDSA tahun 2003 menyebut jumlah distributor DS/MLM mencapai 3,8 juta. Sedang jumlah penduduknya sekitar 22 juta jiwa. Jadi, sekitar 17% warga Taiwan menggeluti DS/MLM. Dengan total penjualannya mencapai 1,56 milyar dolar.
Dengan Thailand, kita pun masih tertinggal. Dari 64 juta penduduk Negeri Gajah itu, ada sekitar 4,1 juta orang menggeluti DS/MLM (6 persen). Sedang penjualannya selama 204, sekitar 880 juta dolar.
Lantas, bagaimana dengan Amerika Serikat? Di negara Paman Sam tercatat ada 13 juta orang yang mengais rejeki di DS/MLM dari 250 juta penduduknya, atau sekitar 5,2 persen.Sedangkan nilai penjualannya mencapai 29.9 miliar dolar. Di sana, dari data DSA-nya, ada sekitar 100-an Perusahaan DS/MLM.
Tak hanya itu. Tokoh-tokoh yang terlibat di industri ini bukan “orang-orang sembarangan”. Lihat saja Stephen Covey, yang baru menggulirkan buku baru Eight Habit For Succes, memberikan pujian selangit tentang MLM, yang dinilainya sebagai insan-insan patriotik. Lalu Zig Ziglar, Dale Carnegei, Anthonny Robbin, Richard Poe (kolumnis di sejumlah surat kabar terkemuka di AS, seperti New York Times), ataupun Paul Zane Pilzer, seorang pengamat ekonomi yang menulis buku The Wellness Revolution.
Dibukunya itu Paul ZP menyebut sistim pendistribusian merupakan lahan empuk menjadi jutawan, termasuk MLM yang disebutnya pendistribusian intelektual, dimana mendidik konsumen tentang produk dan jasa yang dapat mereka tawarkan kepada orang lain. Semuanya bersandar pada intelektual, mengajarkan serta mendidik bagaimana menjual produk.
Berikutnya, Prof. Dr. Charles King. Gelar Doktornya dibidang administrasi bisnis berasal dariHarvard Univerity. Sedangkan Gelar Profesornya di bidang marketing dari University of Illinois, di Chicago, Amerika Serikat. Ia lebih 25 tahun berpengalaman di bidang entrepreneur dan marketing termasuk MLM.
Khusus MLM saja, pelbagai buku telah ditulisnya. Baik sendiri maupun bersama penulis lain. Salah satunya, The New Professionals – The Rise of Network Marketing As the Next major Profession, ditulis bersama James W. Robinson.Di situ, MLM dinyatakan akan tetap trend dan menarik kalangan profesional. Alasannya, sekian di antaranya, MLM pun membuka peluang bisnis entrepreneurship sebagai lahan alternatif dari keterbatasan bisnis tradisionil, bisa dilakukan dari rumah, dapat mengikis diskriminasi, peluangnya terbuka bagi siapa saja, tersedianya dana pensiun yang tak terbatas, terciptanya keseimbangan antara waktu bersama keluarga dan pekerjaan dan sebagainya.
Dari dalam negeri, industri MLM melahirkan motivator handal, Andrei Wongso. Orang Malang, Jawa Timur, ini sebelumnya pernah mendirikan MLM Forever Young. Dengan sloganSuccess is my Right (Sukses adalah hak saya), Andrei menilai MLM tak ubahnya mutiara kehidupan.Sebab di bisnis ini orang disadarkan tentang sukses adalah haknya, bukan milik segelintir orang.
Bagaimana dengan Hermawan Kertajaya? Pakar Marketing ini tampaknya tidak lagi alergi dengan MLM. Buktinya Hermawan yang disebut-sebut sebagai salah satu dari 50 guru yang menentukan masa depan pemasaran dunia, ikut hadir dalam acara Weekend Seminar LNI (Lion Network International), sebuah support sistem di MLM Tianshi, pertengahan November 2005, Mangga Dua, Jakarta Utara. Di situ ia memberikan pencerahan tentang marketing yang merupakan “induk semangnya” industri MLM.
“Padahal Pak Hermawan itu, setiap kali diundang oleh perusahaan MLM, selalu saja menolak. Tapi anehnya kok kita undang beliau mau. Bagi kami, itu punya nilai tersendiri bagi industri MLM di Tanah Air.” Jelas Rudy M Noer.
Masih bersikap nyiyir terhadap MLM ?? Tampaknya tak perlu lagi. Itu ibarat “keranjang sampah”, yang tak perlu digubris. Sebab geliat bisnis ini, tak ubahnya buah yang ranum, hingga menarik pelbagai kalangan untuk “mencicipi”, termasuk kalangan profesional. Tak hanya itu saja. Tudingan bisnis ini berkembang di negara yang perekonomiannya “senen kamis” – seperti di negara tuan-tuan ini, juga tak masuk akal.
Tengok saja Malaysia, yang pertumbuhan ekonominya melesat meninggalkan Indonesia. Di situ, seperti ditulis oleh World Federation Direct Selling Associaton (WFDSA), total jumlah distributor yang menggeluti DS/MLM tahun 2003 mencapai 4 juta. Itu berarti sekitar 16% dari 24 juta penduduk Negeri Jiran itu “bermain” DS/MLM. Sementara, omset penjualan produknya mencapai 1.26 miliar dolar. Diperkirakan, perusahaan DS/MLM di sana lebih dari 200.
Sementara Indonesia, di tahun yang sama, mencapai 6,25 juta dolar. Jumlah distributornya sekitar 5,4 juta. Jika dikaitkan dengan populasinya yang mencapai 220 juta, maka sekitar 2,5 persen yang menggeluti DS/MLM. Itu menunjukkan, kita jauh tertinggal dengan Malaysia.
Begitupun jika dibandingkan dengan Taiwan. Data WFDSA tahun 2003 menyebut jumlah distributor DS/MLM mencapai 3,8 juta. Sedang jumlah penduduknya sekitar 22 juta jiwa. Jadi, sekitar 17% warga Taiwan menggeluti DS/MLM. Dengan total penjualannya mencapai 1,56 milyar dolar.
Dengan Thailand, kita pun masih tertinggal. Dari 64 juta penduduk Negeri Gajah itu, ada sekitar 4,1 juta orang menggeluti DS/MLM (6 persen). Sedang penjualannya selama 204, sekitar 880 juta dolar.
Lantas, bagaimana dengan Amerika Serikat? Di negara Paman Sam tercatat ada 13 juta orang yang mengais rejeki di DS/MLM dari 250 juta penduduknya, atau sekitar 5,2 persen.Sedangkan nilai penjualannya mencapai 29.9 miliar dolar. Di sana, dari data DSA-nya, ada sekitar 100-an Perusahaan DS/MLM.
Tak hanya itu. Tokoh-tokoh yang terlibat di industri ini bukan “orang-orang sembarangan”. Lihat saja Stephen Covey, yang baru menggulirkan buku baru Eight Habit For Succes, memberikan pujian selangit tentang MLM, yang dinilainya sebagai insan-insan patriotik. Lalu Zig Ziglar, Dale Carnegei, Anthonny Robbin, Richard Poe (kolumnis di sejumlah surat kabar terkemuka di AS, seperti New York Times), ataupun Paul Zane Pilzer, seorang pengamat ekonomi yang menulis buku The Wellness Revolution.
Dibukunya itu Paul ZP menyebut sistim pendistribusian merupakan lahan empuk menjadi jutawan, termasuk MLM yang disebutnya pendistribusian intelektual, dimana mendidik konsumen tentang produk dan jasa yang dapat mereka tawarkan kepada orang lain. Semuanya bersandar pada intelektual, mengajarkan serta mendidik bagaimana menjual produk.
Berikutnya, Prof. Dr. Charles King. Gelar Doktornya dibidang administrasi bisnis berasal dariHarvard Univerity. Sedangkan Gelar Profesornya di bidang marketing dari University of Illinois, di Chicago, Amerika Serikat. Ia lebih 25 tahun berpengalaman di bidang entrepreneur dan marketing termasuk MLM.
Khusus MLM saja, pelbagai buku telah ditulisnya. Baik sendiri maupun bersama penulis lain. Salah satunya, The New Professionals – The Rise of Network Marketing As the Next major Profession, ditulis bersama James W. Robinson.Di situ, MLM dinyatakan akan tetap trend dan menarik kalangan profesional. Alasannya, sekian di antaranya, MLM pun membuka peluang bisnis entrepreneurship sebagai lahan alternatif dari keterbatasan bisnis tradisionil, bisa dilakukan dari rumah, dapat mengikis diskriminasi, peluangnya terbuka bagi siapa saja, tersedianya dana pensiun yang tak terbatas, terciptanya keseimbangan antara waktu bersama keluarga dan pekerjaan dan sebagainya.
Dari dalam negeri, industri MLM melahirkan motivator handal, Andrei Wongso. Orang Malang, Jawa Timur, ini sebelumnya pernah mendirikan MLM Forever Young. Dengan sloganSuccess is my Right (Sukses adalah hak saya), Andrei menilai MLM tak ubahnya mutiara kehidupan.Sebab di bisnis ini orang disadarkan tentang sukses adalah haknya, bukan milik segelintir orang.
Bagaimana dengan Hermawan Kertajaya? Pakar Marketing ini tampaknya tidak lagi alergi dengan MLM. Buktinya Hermawan yang disebut-sebut sebagai salah satu dari 50 guru yang menentukan masa depan pemasaran dunia, ikut hadir dalam acara Weekend Seminar LNI (Lion Network International), sebuah support sistem di MLM Tianshi, pertengahan November 2005, Mangga Dua, Jakarta Utara. Di situ ia memberikan pencerahan tentang marketing yang merupakan “induk semangnya” industri MLM.
“Padahal Pak Hermawan itu, setiap kali diundang oleh perusahaan MLM, selalu saja menolak. Tapi anehnya kok kita undang beliau mau. Bagi kami, itu punya nilai tersendiri bagi industri MLM di Tanah Air.” Jelas Rudy M Noer.