Dampak internet sangat berpengaruh terhadap perkembangan psikologi anak-anak. Salah mengkonsumsi konten, perilaku generasi penerus kita pun bakal menyimpang dari treknya.
Hal inilah yang menggelitik sejumlah pihak untuk menyuarakan pembuatan konten internet yang sehat dikonsumsi bagi anak-anak Indonesia. Tujuannya, eksploitasi anak-anak di dunia maya segera diminimalisir.
Dirjen Pelayanan dan Rehabilitas Sosial dari Departemen Sosial, Mahmur Sanusi mengatakan, untuk menghilangkan kekerasan pada anak adalah dengan memperbanyak konten khusus anak-anak di internet.
"Isinya seperti permainan, lagu dan gambar anak-anak," ujarnya dalam jumpa pers yang berlangsung di Gedung Depkominfo Jakarta.
Sementara menurut Masnah Sari, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia, aksi kekerasan yang menghinggapi anak-anak tak lepas dari campur tangan perkembangan internet.
Masnah menunjuk situs porno menjadi salah penyebab terbesarnya. "Dengan mereka melihat situs porno tersebut jadinya banyak anak melakukan pencabulan terhadap teman sebayanya," imbuhnya.
Depkominfo pun didesak untuk melakukan pemblokiran bagi situs-situs porno yang saat ini masih bisa diakses. Hal ini sekaligus bertepatan dengan perayaan Hari Anak Nasional.
Indonesia Posisi Ke-7 untuk 'Sex'
Peredaran pornografi internet serasa berbanding lurus dengan tingkat pencariannya. Berdasarkan data Ketua Asosiasi Warnet Indonesia (Awari) Irwin day yang mengutip dari salah satu forum, pada 2006 tiap detik ada US$ 3075,64 yang dihabiskan untuk belanja pornografi internet.
Sementara pengguna internet yang terlacak melihat konten pornon ada sebanyak 28.258 pengguna per detiknya.
Indonesia ternyata juga menjadi negara dengan pengkonsumsi pornografi yang cukup diperhitungkan. Pasalnya, menurut data tersebut, Indonesia berada di urutan ke-7 untuk pencarian kata 'sex' di internet. Sedangkan untuk pencarian kata 'porn' dan 'xxx', Indonesia 'hanya' masuk dalam 25 besar.
Irwin menambahkan, biasanya pengguna yang membuka situs tersebut berada di kisaran umur 16-18 tahun. Dan ironisnya, sekitar 90 persen dilakukan di sela mereka mencari informasi atau data terkait penyelesaian tugas mereka, tandas Irwin.
Devi Suzanti - detikinet
Hal inilah yang menggelitik sejumlah pihak untuk menyuarakan pembuatan konten internet yang sehat dikonsumsi bagi anak-anak Indonesia. Tujuannya, eksploitasi anak-anak di dunia maya segera diminimalisir.
Dirjen Pelayanan dan Rehabilitas Sosial dari Departemen Sosial, Mahmur Sanusi mengatakan, untuk menghilangkan kekerasan pada anak adalah dengan memperbanyak konten khusus anak-anak di internet.
"Isinya seperti permainan, lagu dan gambar anak-anak," ujarnya dalam jumpa pers yang berlangsung di Gedung Depkominfo Jakarta.
Sementara menurut Masnah Sari, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia, aksi kekerasan yang menghinggapi anak-anak tak lepas dari campur tangan perkembangan internet.
Masnah menunjuk situs porno menjadi salah penyebab terbesarnya. "Dengan mereka melihat situs porno tersebut jadinya banyak anak melakukan pencabulan terhadap teman sebayanya," imbuhnya.
Depkominfo pun didesak untuk melakukan pemblokiran bagi situs-situs porno yang saat ini masih bisa diakses. Hal ini sekaligus bertepatan dengan perayaan Hari Anak Nasional.
Indonesia Posisi Ke-7 untuk 'Sex'
Peredaran pornografi internet serasa berbanding lurus dengan tingkat pencariannya. Berdasarkan data Ketua Asosiasi Warnet Indonesia (Awari) Irwin day yang mengutip dari salah satu forum, pada 2006 tiap detik ada US$ 3075,64 yang dihabiskan untuk belanja pornografi internet.
Sementara pengguna internet yang terlacak melihat konten pornon ada sebanyak 28.258 pengguna per detiknya.
Indonesia ternyata juga menjadi negara dengan pengkonsumsi pornografi yang cukup diperhitungkan. Pasalnya, menurut data tersebut, Indonesia berada di urutan ke-7 untuk pencarian kata 'sex' di internet. Sedangkan untuk pencarian kata 'porn' dan 'xxx', Indonesia 'hanya' masuk dalam 25 besar.
Irwin menambahkan, biasanya pengguna yang membuka situs tersebut berada di kisaran umur 16-18 tahun. Dan ironisnya, sekitar 90 persen dilakukan di sela mereka mencari informasi atau data terkait penyelesaian tugas mereka, tandas Irwin.
Devi Suzanti - detikinet