Transaksi perdagangan manusia (human trafficking) tidak hanya terjadi di tempat rahasia. Di Inggris transaksi budak seks justru berlangsung di Oxford Street, jalanan tersibuk di Kota London. Jalanan teramai itu seakan menjadi tempat teraman bagi transaksi manusia. Aktivitas ilegal itu tersamar di antara lalu lalang ratusan orang yang melintas. Malangnya, salah satu aksi mereka terendus kepolisian Inggris.
Siang itu di Oxford Street seorang pemilik rumah bordil asal Albania, Gazmet Turku, baru saja membayar lunas atas pembelian seorang gadis Lithuania yang dibawa Izzet Fejzullahu dan Agran Demarku. Gadis usia 20-an tahun ini akhirnya benar-benar “berpindah tangan” setelah Turku setuju menghargainya dengan angka 3.000 poundsterling (Rp46,8 juta).
Sebuah kamera kepolisian merekam jelas peristiwa ini. Tampak Turku menggenggam sebuah amplop cokelat yang diyakini berisi uang tunai. Adegan dilanjutkan dengan pemberian amplop kepada duo penjual. Ketiganya lantas saling berjabat tangan sebagai simbol bahwa transaksi berhasil. Gadis Lithuania itu tampak sedang berdiri, didampingi seorang penjaga. Perempuan itu dipaksa melihat transaksi yang dilakukan beberapa pria di depannya yang hendak membelinya tunai. Perempuan malang ini sepatutnya duduk di dalam kampus, mendengarkan teori sosial atau filsafat yang diberikan dosennya.
Atau ia seharusnya sedang menikmati segelas cappucino bersama gadis-gadis sebaya, seraya memperbincangkan pemuda yang disukainya. Tapi, remaja Lithuania itu terpaksa harus menjadi budak seks untuk orang yang bersedia membelinya. Dia diperkirakan akan mendapat penghasilan 100.000 poundsterling (Rp1,6 miliar) per tahun dengan memberikan layanan seks hingga 25 kali per hari di sebuah rumah bordir. Tapi, gadis ini beruntung karena bayangan akan hari-hari yang suram tiba-tiba sirna saat polisi tiba di lokasi transaksi. Polisi yang telah mengintai langsung menahan Turku dan dua orang penjual.
Atas kejahatan kemanusiaan yang dilakukannya, Turku akan dijerat dengan hukuman maksimal 63 tahun penjara. Sementara itu, Izzet Fejzullahu dan Agran Demarku telah menerima putusan pengadilan. Fejzullahu harus mendekam di penjara selama 14 tahun sedangkan Demarku mendapat hukuman 18 tahun penjara. Adiknya, Flamur yang ditugaskan menjaga gadis Lithuania tersebut pun harus menerima masa hukuman seperti kakaknya, yakni 18 tahun penjara. “Turku memiliki sembilan rumah bordil. Nantinya gadis Lithuania itu akan menjadi salah satu? stok’ di rumah bordilnya,” papar Detektif Martin dari pihak kepolisian setempat.
Martin melanjutkan, tahun ini pihaknya berhasil menyelamatkan 25 gadis belia yang siap diperdagangkan. “Sebagian besar gadis ini menyangka mereka akan dipekerjakan di bar atau restoran. Kenyataannya, mereka menjadi aset dalam bisnis prostitusi,” imbuhnya. Pemilik rumah bordil juga memaksa gadis-gadis malang ini untuk menyerahkan paspornya. Upaya ini dilakukan untuk mencegah mereka melarikan diri. Departemen Dalam Negeri Inggris memperkirakan, pada 2003 sedikitnya 4.000 gadis muda dijual kepada pemilik rumah bordil. Kepolisian Inggris mengingatkan, jumlah ini akan meningkat tajam menjelang perhelatan Olimpiade London 2012.
Hingga kini kepolisian Inggris sudah mendeteksi sejumlah tempat yang dicurigai sebagai lokasi transaksi perdagangan manusia. Tempat-tempat tersebut adalah Newham, Hackney, Tower Hamlets, Waltham Forest, dan Greenwich. Musim gugur tahun ini, Organisasi Pariwisata Afrika menyelenggarakan Konferensi Perdagangan Manusia. Pimpinan Prince’s George County Jack B Johnson merupakan salah satu pembicara dalam konferensi trafficking kali ini.
Johnson menyesalkan banyaknya kasus perdagangan manusia, termasuk di negaranya sendiri, Amerika Serikat (AS). “Negara kita (AS) adalah negara yang kaya akan keberagaman. Tidak seharusnya kasus ini melanda negara kita,” katanya. Tidak lupa, Johnson juga meminta negara-negara dan badan-badan hukum di dunia untuk bekerja sama memerangi perdagangan manusia. Salah satu negara yang menjadi sorotan terkait perdagangan manusia adalah Afrika Selatan. Gelar barunya sebagai tuan rumah Piala Dunia 2010 turut merepresentasikan kehidupan yang semakin baik dan maju di Afrika Selatan.
Namun hingga kini, Afrika Selatan masih “mengantongi” predikat buruk dalam isu perdagangan manusia. Para wanita datang ke Johannesburg, kota yang dipercaya mampu menjanjikan kehidupan yang lebih layak. Kenyataannya, ketika tiba di Johannesburg, segalanya jauh dari khayalan indah mereka.
Siang itu di Oxford Street seorang pemilik rumah bordil asal Albania, Gazmet Turku, baru saja membayar lunas atas pembelian seorang gadis Lithuania yang dibawa Izzet Fejzullahu dan Agran Demarku. Gadis usia 20-an tahun ini akhirnya benar-benar “berpindah tangan” setelah Turku setuju menghargainya dengan angka 3.000 poundsterling (Rp46,8 juta).
Sebuah kamera kepolisian merekam jelas peristiwa ini. Tampak Turku menggenggam sebuah amplop cokelat yang diyakini berisi uang tunai. Adegan dilanjutkan dengan pemberian amplop kepada duo penjual. Ketiganya lantas saling berjabat tangan sebagai simbol bahwa transaksi berhasil. Gadis Lithuania itu tampak sedang berdiri, didampingi seorang penjaga. Perempuan itu dipaksa melihat transaksi yang dilakukan beberapa pria di depannya yang hendak membelinya tunai. Perempuan malang ini sepatutnya duduk di dalam kampus, mendengarkan teori sosial atau filsafat yang diberikan dosennya.
Atau ia seharusnya sedang menikmati segelas cappucino bersama gadis-gadis sebaya, seraya memperbincangkan pemuda yang disukainya. Tapi, remaja Lithuania itu terpaksa harus menjadi budak seks untuk orang yang bersedia membelinya. Dia diperkirakan akan mendapat penghasilan 100.000 poundsterling (Rp1,6 miliar) per tahun dengan memberikan layanan seks hingga 25 kali per hari di sebuah rumah bordir. Tapi, gadis ini beruntung karena bayangan akan hari-hari yang suram tiba-tiba sirna saat polisi tiba di lokasi transaksi. Polisi yang telah mengintai langsung menahan Turku dan dua orang penjual.
Atas kejahatan kemanusiaan yang dilakukannya, Turku akan dijerat dengan hukuman maksimal 63 tahun penjara. Sementara itu, Izzet Fejzullahu dan Agran Demarku telah menerima putusan pengadilan. Fejzullahu harus mendekam di penjara selama 14 tahun sedangkan Demarku mendapat hukuman 18 tahun penjara. Adiknya, Flamur yang ditugaskan menjaga gadis Lithuania tersebut pun harus menerima masa hukuman seperti kakaknya, yakni 18 tahun penjara. “Turku memiliki sembilan rumah bordil. Nantinya gadis Lithuania itu akan menjadi salah satu? stok’ di rumah bordilnya,” papar Detektif Martin dari pihak kepolisian setempat.
Martin melanjutkan, tahun ini pihaknya berhasil menyelamatkan 25 gadis belia yang siap diperdagangkan. “Sebagian besar gadis ini menyangka mereka akan dipekerjakan di bar atau restoran. Kenyataannya, mereka menjadi aset dalam bisnis prostitusi,” imbuhnya. Pemilik rumah bordil juga memaksa gadis-gadis malang ini untuk menyerahkan paspornya. Upaya ini dilakukan untuk mencegah mereka melarikan diri. Departemen Dalam Negeri Inggris memperkirakan, pada 2003 sedikitnya 4.000 gadis muda dijual kepada pemilik rumah bordil. Kepolisian Inggris mengingatkan, jumlah ini akan meningkat tajam menjelang perhelatan Olimpiade London 2012.
Hingga kini kepolisian Inggris sudah mendeteksi sejumlah tempat yang dicurigai sebagai lokasi transaksi perdagangan manusia. Tempat-tempat tersebut adalah Newham, Hackney, Tower Hamlets, Waltham Forest, dan Greenwich. Musim gugur tahun ini, Organisasi Pariwisata Afrika menyelenggarakan Konferensi Perdagangan Manusia. Pimpinan Prince’s George County Jack B Johnson merupakan salah satu pembicara dalam konferensi trafficking kali ini.
Johnson menyesalkan banyaknya kasus perdagangan manusia, termasuk di negaranya sendiri, Amerika Serikat (AS). “Negara kita (AS) adalah negara yang kaya akan keberagaman. Tidak seharusnya kasus ini melanda negara kita,” katanya. Tidak lupa, Johnson juga meminta negara-negara dan badan-badan hukum di dunia untuk bekerja sama memerangi perdagangan manusia. Salah satu negara yang menjadi sorotan terkait perdagangan manusia adalah Afrika Selatan. Gelar barunya sebagai tuan rumah Piala Dunia 2010 turut merepresentasikan kehidupan yang semakin baik dan maju di Afrika Selatan.
Namun hingga kini, Afrika Selatan masih “mengantongi” predikat buruk dalam isu perdagangan manusia. Para wanita datang ke Johannesburg, kota yang dipercaya mampu menjanjikan kehidupan yang lebih layak. Kenyataannya, ketika tiba di Johannesburg, segalanya jauh dari khayalan indah mereka.