Fakta Realita
Berdasarkan rangking situs Alexa.com (5 Jan 2009), tercatat ada 6 situs porno yang paling banyak dikunjungi oleh masyarakat Indonesia, yakni:
1. duniasex.*** (Rangking 31- medium)
2. redtube.*** (Rangking 68 - full)
3. youporn.*** (Rangking 71 - full)
4. pornhub.*** (Rangking 73 - full)
5. adultfriendfinder.*** (Rangking 74 - medium)
6. tube8.*** (Rangking 92 - full)
Keterangan:
- Sistem penulisan nama situs seperti di atas dimaksudkan agar Anda tidak mengunjungi situs tersebut.
- Rangking yang tertera merupakan 100 besar situs yang paling aktif di Indonesia
- Medium dan Full merupakan kategori pornografi secara subjektif (kategori medium = semi-full, sedangkan kategori full = benar2 porno)
- Situs seperti youtube (rangking 7) tidak saya masukin, karena persentase konten pornografinya masih sangat kecil.
Dampak yang Terjadi
Setelah 9 bulan lebih Pemerintah mensahkan UU ITE pada April 2008 dan lebih dari 2 bulan DPR menyetujui di undangkan UU Pornografi pada 30 Oktober 2008, ternyata hanya retorika hukum belaka. Kedua jenis UU tersebut yang berfungsi untuk mengatur peredaran media informasi, saat ini masih hanya menjadi objek untuk dilanggar.
Padahal kita tahu bahwa media berperan sangat penting terhadap perubahan tingkah laku, moralitas, sikap, pola pikir masyarakat kita, terutama generasi muda. Dan ironisnya, hingga saat ini, kita dapat dengan mudah menjumpai DVD porno bajakan, komik/majalah porno, acara TV yang merusak (berputar pada masalah cinta, hedonisme, gosip, ramalan/reg, pergaulan bebas, mistis-religius), dan terakhir situs porno yang tanpa difiltrasi oleh pemerintah.
Sehingga saat ini, terkesan menjadi lumrah ketika seorang remaja SMP menjadi penjajah seks, siswi kelas 2 SMP yang telah berganti-ganti pasangan, siswi SMU yang telah aborsi hingga 2 kali, oral seks, petting, dan segala macam tingkah laku tidak etis telah menjalar kepada generasi muda kita, genarasi penerus bangsa. Belum lagi perilaku konsumtif, hedonisme, hingga kekerasan dan perkosaan. Dan dalam hal ini, faktor lingkungan atau media memiliki andil, selain faktor keluarga dan sekolah.
Undang-Undang Dibuat hanya untuk Dikoleksi?
Sudah hampir setahun (9 bulan +), kebijakan pemerintah melalui Depkominfo untuk memblokir situs porno yang dilakukan pertama kali pada April 2008 tidak membuahkan hasil. Awalnya pemerintah begitu semangat, dan pada akhirnya ‘hilang tidak berbekas’. Kata orang ‘hangat-hangat tahi ayam’, ya itulah Depkominfo.
Selain itu, Pemerintah SBY bersama DPR, mengesahkan UU Pornografi yang telah berusia lebih 2 bulan, tapi tetap saja tidak ada gunanya. Para politikus hanya lebih senang berpolemik pada soal pola hidup masyarakat kita seperti di Bali, Manado atau Papua. Sehingga memang terkesan, UU Pornografi yang telah disahkan lebih kepada unsur politis.
Saya tidak membahas secara detil kedua UU tersebut, tetapi saya hanya akan mengutip bagian-bagian pentingnya saja, yakni khusus membahas regulasi, pembatasan dan pelarangan situs porno di Indonesia yaitu:
1. UU 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik / ITE (disahkan 21 April 2008 oleh pemerintah) <’sang’ pionir>
Perbuatan yang dilarang tercantum pada pasal 27 ayat 1 yakni
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
2. UU 44 tahun 2008 tentang Pornografi (disahkan 26 Nov 2008 oleh pemerintah atau disetujui DPR pada 30 Okt 2008)
Khusus tentang pencegahan penyebaran penyebaran pornografi yang tertuang pada Bab IV (pasal 17-21) [saya membahas peran pemerintah yakni pasal 17-19]
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi. (Pasal 17 )
Pasal 18/19 [18 untuk Pemerintah dan 19 untuk Pem. Daerah]
Untuk melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17, Pemerintah/Pemerintah Daerah berwenang:
a. melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet;
b. melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi; dan
c. melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dari dalam maupun dari luar negeri, dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.
Kesimpulan
Dengan jumlah pengguna internet yang sangat besar yakni lebih 30 juta pengguna (prediksi netizen tumbuh 20% dari 25 juta ditahun 2008), berarti fasilitas internet telah menjadi fasilitas vital bagi masyarakat kita, terutama siswa-siswi SD, SMP, dan SMA. Sisi positif kehadiran internet tentu disertai hal-hal negatif yang secara sengaja diciptakan oleh mereka yang hanya ingin mencari ‘materi/uang’. Dan pemerintah wajib mengambil peran penting dalam mencegah sisi negatif menular ke masyarakat kita, terutama generasi muda.
Pemerintah harus berperan dikarenakan internet telah menguasai hajat hidup orang banyak, maka pemerintah harus melindungi masyarakat. Dan undang-undang yang telah dibuat dengan dana hingga puluhan miliar rupiah sudah semestinya dijalankan dengan bijak dan tegas. Jika tidak, masyarakat akan semakin tidak percaya pada semua produk hukum yang ada. Seolah-olah kedua UU tersebut hanya diperuntukkan untuk ‘membinasakan’ masyarakat kecil (ekonomi, budaya) daripada kepentingan pemodal besar di stasiun TV, internet, cukong DVD bajakan, atau bos majalah porno.