Anda pengguna ponsel yang suka gonta-ganti kartu SIM untuk mencari
yang murah lalu begitu pulsa habis membuang kartu tersebut? Coba pikir-
pikir lagi. Di dalam kartu itu ternyata ada emasnya! Ponsel bekas yang
karena tua dan tidak laku dijual lalu acap dibuang begitu saja pun
mengandung emas, tembaga dan perak.
Percaya tidak, sebuah perusahaan di Singapura dan Jepang sudah mulai
menjadi anggota Lasykar Mandiri (julukan keren untuk pemulung), khusus
ponsel tua dan kartu SIM yang dibuang orang. Proses para pemulung
ponsel dan kartu SIM bekas ini sama saja dengan juragan pemulung
biasa: menyerahkan hasil kumpulannya ke pengolah atau mengolahnya
sendiri untuk memisahkan komponen-komponen yang ada dalam kartu SIM
atau ponsel. Dari jutaan kartu dan ribuan ponsel yang dikumpulkan,
mereka bisa mendulang kiloan emas murni dan puluhan bahkan ratusan
kilo tembaga, perak, timah dan beberapa macam lagi.
Dari mana emas atau logam-logam itu datang? Dalam sirkit di ponsel
atau chip di kartu SIM (GSM) atau RUIM (CDMA), memang ada emasnya.
Emas digunakan karena terbukti mampu menyalurkan arus elektronik lebih
baik dibandingkan tembaga. Produsen ponsel atau kartu SIM/RUIM tidak
pernah mengurangi atau meniadakan kandungan logam mulia itu, walaupun
dalam setiap unit jumlahnya mungkin cuma seperseribu gram.
Nah, jika berhasil mengumpulkan satu juta kartu SIM bekas, kita bisa
berharap mendapatkan 1.000 gram atau satu kilogram emas murni. Dan
jika kita bisa mengurai ponsel bekas, akan lebih banyak lagi emas,
perak dan tembaga yang bisa kita peroleh.
Yokohama Metal Co Ltd, sebuah perusahaan pemulung mendapati kenyataan
bahwa ponsel dan kartu SIM merupakan tambang emas yang benar-benar
hebat. Jika dari satu ton material yang diambil di tambang emas
konvensional hanya didapat sekitar 5 gram emas, dari satu ton ponsel
bekas yang dilebur bisa didapat 30 kali lipat, alias 150 gram emas.
Bisa Rp 45 Juta Sebulan
Lasykar Mandiri emas dari Singapura, dan juga Jepang, akan masuk
Indonesia dan menawarkan pembelian kartu SIM bekas dengan harga
sekitar Rp 100, atau Rp 1000 per ponsel. Mereka akan membangun pabrik
untuk melebur alat komunikasi tadi, menjaring emas, tembaga dan perak
yang ada.
Mari kita hitung peluang mendulang emas dari kartu SIM dari beberapa
operator telekomunikasi yang ada di tanah air. Kita mulai dengan
Telkomsel. Tahun ini pelanggannya sudah 52 juta. Dengan pertumbuhan
pelanggan yang rata-rata 30% setahun, Telkomsel membutuhkan 200%,
bahkan 300% kartu SIM dari jumlah pelanggan aktualnya.
Menurut seorang petinggi Telkomsel, persaingan bisnis yang ketat
membuat tingkat churn – banyaknya pelanggan yang pindah operator –
sangat tinggi. Untuk mendapat pertumbuhan pelanggan 1,5 juta sebulan
seperti saat ini, Telkomsel harus menjual 12 juta kartu perdana
(starter pack – SP).
Ini berarti, dari Telkomsel saja ada 10,5 juta kartu SIM yang dibuang
begitu pulsanya habis. Belum lagi dari PT Indosat, Excelcomindo (XL),
dan delapan operator komunikasi nirkabel lain.
Total satu bulan bisa terkumpul sampai 25 juta “kartu mati”. Kalau per
kartu beratnya 2 gram, maka jumlah totalnya sekitar 50 ton. Jika semua
itu berhasil dikumpulkan dan diambil logamnya, akan didapat sekitar 25
kilogram emas sebulan, dan sekitar 100 kg tembaga.
Dengan melumatkan 10.000 ponsel bekas atau seberat satu ton
(diasumsikan rata-rata per ponsel beratnya 100 gram), berarti akan
didapat 150 gram emas, 100 kg tembaga dan 3 kg perak. Ini di luar
plastik, atau timahnya yang juga didapat.
Logam-logam tadi bisa dijual dalam bentuk ingot (logam bahan baku )
yang harganya sudah cukup lumayan, karena berkadar 99,99% atau kalau
emas 24 karat. Kalau mengikuti harga emas dunia yang Rp 300.000 per
gram, setiap bulan dari kartu SIM dan RUIM bekas saja bisa didulang
harta sedikitnya Rp 7,5 miliar. Padahal modalnya hanya 25 juta kali Rp
100, alias Rp 2,5 miliar.
Angka pendapatan ini akan bertambah dengan penjualan tembaga yang bisa
mencapai Rp 1 miliar, juga dari karton yang dilebur jadi bubur kertas.
Sepuluh ribu ponsel bekas yang dibeli sekitar Rp 10 juta akan
menghasilkan emas senilai Rp 45 juta, dan tembaga senilai Rp 1 miliar.
Ini di luar penjualan perak dan timah.
Namun di negeri kita, tak banyak ponsel yang dibuang. Pertumbuhan
pelanggan seluler atau nirkabel masih tetap sebanding dengan jumlah
masuknya ponsel baru. Pasar ponsel bekas pun lebih ramai dibanding
pasar ponsel baru, karena banyak anggota masyarakat dari lapisan
tertentu cenderung gonti-ganti ponsel, menukar-tambah ponsel yang baru
3 bulan dimilikinya dengan yang lebih baru.
sumber berita