Apa hubungan antara Facebook dengan kemajuan ekonomi China? Secara langsung tidak ada, tetapi bagaimana pemerintah China bersikap atas pembangunan negaranya, kedua subyek itu saling berhubungan.
Setelah peristiwa unjuk rasa berdarah di Urumqi, Provinsi Xinjiang sebelah barat China, akses ke Facebook ditutup oleh pemerintah China sejak Juli 2009. Ini bukan pertama kali pemerintah menutup akses situs komunitas karena sebelumnya akses ke YouTube juga diperlakukan sama pada Maret 2009.
Mengapa pemerintah China mengeluarkan kebijakan tersebut? Publik meyakini bahwa YouTube di sejumlah negara digunakan warganya untuk menyiarkan informasi tandingan dari informasi resmi (mainstream information) yang ada, bahkan dari media massa sekalipun.
Pada sejumlah kasus, seperti unjuk rasa di Thailand, Filipina dan unjuk rasa penolakan hasil pemilu di Iran, informasi melalui gambar (video) melonjak tajam, begitu juga dengan pengaksesnya.
Kondisi yang sama terjadi juga pada penyebaran informasi di Urumqi. Aktivis di negeri etnik minoritas itu menggunakan situs komunitas Facebook sebagai media komunikasi untuk menyebarkan aspirasi dan penggalangan pembentukan opini publik.
Pada pertemuan dengan Wakil Menteri Informasi China Qian Xiaoqian, pertanyaan tentang pelarangan itu muncul juga. Qian mengatakan dia tidak mengetahui pasti ada pelarangan tersebut. Namun, dia mengingatkan bahwa pemerintah memiliki wewenang untuk melarang portal atau situs komunitas yang tidak sesuai dengan arah pembangunan China.
Qian menjelaskan bahwa China merupakan negara pengguna internet terbesar di dunia, yakni lebih dari 350 juta warganya merupakan pengguna internet aktif dan sebagian besar dari mereka berusia muda, yakni kurang dari 25 tahun.
Ketika 20-an wartawan Asia dan negara berbahasa Spanyol berkunjung ke China Daily --koran berbahasa Inggris terbesar di China dan milik pemerintah-- praktik dan kebebasan pers dipertanyakan.
Hal itu dipicu oleh pernyataan Wakil Editor China Daily, Kang Bing, bahwa, sebagai media, korannya acap menerima komplain dari perwakilan negara asing, seperti dari perwakilan Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Korea, dan Jepang, bahkan komplain dari pemerintah China sekalipun atas kebijakan pemberitaan.
Namun, sebagai media, dia mengatakan redaksi menerapkan kebijakan bahwa mereka memiliki kewenangan penuh untuk menentukan apa yang boleh dan tidak boleh ditulis, sesuai dengan prinsip jurnalistik, yakni menyajikan berita berimbang (cover both side).
Sejumlah wartawan asing menghujani Kang dengan sejumlah pertanyaan berkisar tentang kebebasan pers itu. Mereka mungkin menilai janggal, sebagai media milik pemerintah di negara komunis mereka bebas dari intervensi pemerintah.
Padahal 30 tahun setelah reformasi dan keterbukaan angka ekspor impor China meningkat tajam dibandingkan tahun 1978, yakni ketika masih menjadi negara tertutup.
Tahun 2007 volume ekspor impor mencapai US$ 2.173 triliun, sebelumnya pada tahun 1978, angka itu hanya US$ 20,6 miliar. Peringkat volume perdagangan mereka juga menjadi nomor tiga terbesar di dunia, dibandingkan 1978 yang hanya menempati peringkat 32.
Arsitek perusahan itu adalah Deng Xiaoping, pemimpin yang semula dijatuhkan berhasil kembali memimpin. Deng juga meminta para pengusaha etnik China di luar negeri untuk tidak hanya sekadar mengamati dan mengenang, tetapi membantu apa saja yang bisa mereka lakukan pada negeri asalnya.
Kebijakan pintu terbuka yang dilontarkan Deng pada pada 1978 berbuah manis. Dimulai dengan pembangunan Shenzhen sebagai special economic zone pada awal 1980-an, lalu diikuti dengan keterbukaan di kota-kota lainnya, khususnya di pesisir selatan China.
Hasilnya, kini luar biasa. Sejumlah kota, seperti Sanghai, Guangzhou, Shenzhen dan Beijing menjadi kota modern. Menyusuri jalanan di Beijing tidak seperti layaknya menyusuri jalan di negara komunis, bahkan di Moskow, Rusia sekalipun.
Ibu kota negara China ini berubah wujud menjadi kota bertaraf internasional, layaknya kota di negara maju. Berpenduduk 17 juta, kota ini memiliki gedung beraneka bentuk, bersih, tertata rapih, bunga di mana-mana dan transportasi umum yang layak, meski jalanan juga macet di mana-mana, terutama di jam sibuk saat pagi dan petang hari.
Sebagian buah dari keterbukaan ekonomi adalah keterbukaan informasi, termasuk akses ke dunia maya. Pada sejumlah kasus pemerintah China agaknya menilai perlu menutup akses itu dengan segala pertimbangannya.
Pertanyaannya, seberapa besar penduduk China bisa menenggang kebebasan pers, demokrasi dan pertumbuhan ekonomi. Kang Bing mempersilakan wartawan asing menanyakan pada penduduk China di jalanan Beijing, seberapa besar kepuasan dan kebahagian mereka dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Artinya yang dibutuhkan adalah peningkatan kesejahteraan, meskipun banyak hal yang dibatasi.
Setelah peristiwa unjuk rasa berdarah di Urumqi, Provinsi Xinjiang sebelah barat China, akses ke Facebook ditutup oleh pemerintah China sejak Juli 2009. Ini bukan pertama kali pemerintah menutup akses situs komunitas karena sebelumnya akses ke YouTube juga diperlakukan sama pada Maret 2009.
Mengapa pemerintah China mengeluarkan kebijakan tersebut? Publik meyakini bahwa YouTube di sejumlah negara digunakan warganya untuk menyiarkan informasi tandingan dari informasi resmi (mainstream information) yang ada, bahkan dari media massa sekalipun.
Pada sejumlah kasus, seperti unjuk rasa di Thailand, Filipina dan unjuk rasa penolakan hasil pemilu di Iran, informasi melalui gambar (video) melonjak tajam, begitu juga dengan pengaksesnya.
Kondisi yang sama terjadi juga pada penyebaran informasi di Urumqi. Aktivis di negeri etnik minoritas itu menggunakan situs komunitas Facebook sebagai media komunikasi untuk menyebarkan aspirasi dan penggalangan pembentukan opini publik.
Pada pertemuan dengan Wakil Menteri Informasi China Qian Xiaoqian, pertanyaan tentang pelarangan itu muncul juga. Qian mengatakan dia tidak mengetahui pasti ada pelarangan tersebut. Namun, dia mengingatkan bahwa pemerintah memiliki wewenang untuk melarang portal atau situs komunitas yang tidak sesuai dengan arah pembangunan China.
Qian menjelaskan bahwa China merupakan negara pengguna internet terbesar di dunia, yakni lebih dari 350 juta warganya merupakan pengguna internet aktif dan sebagian besar dari mereka berusia muda, yakni kurang dari 25 tahun.
Ketika 20-an wartawan Asia dan negara berbahasa Spanyol berkunjung ke China Daily --koran berbahasa Inggris terbesar di China dan milik pemerintah-- praktik dan kebebasan pers dipertanyakan.
Hal itu dipicu oleh pernyataan Wakil Editor China Daily, Kang Bing, bahwa, sebagai media, korannya acap menerima komplain dari perwakilan negara asing, seperti dari perwakilan Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Korea, dan Jepang, bahkan komplain dari pemerintah China sekalipun atas kebijakan pemberitaan.
Namun, sebagai media, dia mengatakan redaksi menerapkan kebijakan bahwa mereka memiliki kewenangan penuh untuk menentukan apa yang boleh dan tidak boleh ditulis, sesuai dengan prinsip jurnalistik, yakni menyajikan berita berimbang (cover both side).
Sejumlah wartawan asing menghujani Kang dengan sejumlah pertanyaan berkisar tentang kebebasan pers itu. Mereka mungkin menilai janggal, sebagai media milik pemerintah di negara komunis mereka bebas dari intervensi pemerintah.
Padahal 30 tahun setelah reformasi dan keterbukaan angka ekspor impor China meningkat tajam dibandingkan tahun 1978, yakni ketika masih menjadi negara tertutup.
Tahun 2007 volume ekspor impor mencapai US$ 2.173 triliun, sebelumnya pada tahun 1978, angka itu hanya US$ 20,6 miliar. Peringkat volume perdagangan mereka juga menjadi nomor tiga terbesar di dunia, dibandingkan 1978 yang hanya menempati peringkat 32.
Arsitek perusahan itu adalah Deng Xiaoping, pemimpin yang semula dijatuhkan berhasil kembali memimpin. Deng juga meminta para pengusaha etnik China di luar negeri untuk tidak hanya sekadar mengamati dan mengenang, tetapi membantu apa saja yang bisa mereka lakukan pada negeri asalnya.
Kebijakan pintu terbuka yang dilontarkan Deng pada pada 1978 berbuah manis. Dimulai dengan pembangunan Shenzhen sebagai special economic zone pada awal 1980-an, lalu diikuti dengan keterbukaan di kota-kota lainnya, khususnya di pesisir selatan China.
Hasilnya, kini luar biasa. Sejumlah kota, seperti Sanghai, Guangzhou, Shenzhen dan Beijing menjadi kota modern. Menyusuri jalanan di Beijing tidak seperti layaknya menyusuri jalan di negara komunis, bahkan di Moskow, Rusia sekalipun.
Ibu kota negara China ini berubah wujud menjadi kota bertaraf internasional, layaknya kota di negara maju. Berpenduduk 17 juta, kota ini memiliki gedung beraneka bentuk, bersih, tertata rapih, bunga di mana-mana dan transportasi umum yang layak, meski jalanan juga macet di mana-mana, terutama di jam sibuk saat pagi dan petang hari.
Sebagian buah dari keterbukaan ekonomi adalah keterbukaan informasi, termasuk akses ke dunia maya. Pada sejumlah kasus pemerintah China agaknya menilai perlu menutup akses itu dengan segala pertimbangannya.
Pertanyaannya, seberapa besar penduduk China bisa menenggang kebebasan pers, demokrasi dan pertumbuhan ekonomi. Kang Bing mempersilakan wartawan asing menanyakan pada penduduk China di jalanan Beijing, seberapa besar kepuasan dan kebahagian mereka dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Artinya yang dibutuhkan adalah peningkatan kesejahteraan, meskipun banyak hal yang dibatasi.