Sebagai pencerminan jaman digital, kini lebih banyak wartawan online dipenjarakan di seluruh dunia ketimbang jurnalis media lainnya, Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) melaporkan Kamis.
Kelompok pengawas media berkedudukan di New York itu, dalam sensus tahunannya tentang wartawan yang dipenjarakan, menyatakan hingga 1 Desember sebanyak 125 wartawan berada di balik jeruji besi, dua orang lebih sedikit ketimbang periode sama 2007.
Menurut CPJ, 56 dari wartawan yang mendekam di penjara itu adalah wartawan online, para reporter berbasis Web, para blogger atau redaktur online. Angka tersebut melewati jumlah wartawan media cetak untuk pertama kalinya.
Reporter media cetak, redaktur dan fotografer merupakan golongan terbesar dari wartawan yang dipenjarakan, dengan 53 kasus, kata CPJ, seraya menambahkan sisanya adalah wartawan televisi dan radio serta pembuat film dokumenter.
Untuk 10 tahun berturut-turut, China menjadi negara yang paling banyak menjebloskan wartawan ke penjara, kata CPJ, disusul Kuba, Myanmar, Eritrea dan Uzbekistan.
CPJ mengatakan 24 dari 28 wartawan yang dipenjara di China bekerja sebagai wartawan berbasis Web, antara lain Hu Jia, penggiat utama hak azasi manusia dan blogger yang menjalani hukuman tiga setengah tahun penjara.
Kuba menahan 21 penulis dan redaktur di penjara, kata CPJ, sedangkan Myamnar menyekap 14 wartawan, antara lain lima wartawan yang berusaha menyebarkan berita Badai Nargis.
"Jurnalisme online telah mengubah wajah media dan cara orang berkomunikasi satu sama lainnya," kata Direktur Eksekutif CPJ, Joel Simon, seperti dilansir AFP.
"Namun kekuatan dan pengaruh generasi baru wartawan online ini telah menjadi perhatian pemerintah represif di seluruh dunia, dan mereka telah mempercepat serangan balasan mereka."
"Masa depan jurnalisme adalah online dan kita kini bertempur dengan para musuh kebebasan pers yang menggunakan pemenjaraan untuk membatasi tulisan atau wacana di tengah masyarakat," katanya.
sumber artikel