Shalat khususnya tahajjud ternyata tidak hanya membuat pelakunya mendapatkan tempat istimewa di hadapan Pencipta Alam ini, melainkan juga meningkatkan kekebalan tubuh dan mengusir penyakit.
Pernahkah Anda berpikir kenapa setiap hari kita mesti berdoa? Mungkin ada yang manjawab ini adalah kewajiban kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Ada juga yang menjawab ini sudah tersurat dalam kitab suci. Dan masih banyak lagi rasionalisasi yang bila dikaji bunyinya terdengar, bahwa berdoa hanyalah kewajiban.
Namun, semua yang kita anggap sebagai tanggung jawab, juga kewajiban ternyata memiliki pengaruh positif buat hidup kita sendiri. Anda mungkin tidak sadar kalau kepatuhan-kepatuhan kita terhadap ritual keagamaan semisal shalat serta bentuk ritual lainnya memiliki pengaruh bagi meningkatnya sistem kekebalan tubuh kita.
Ambil contoh misalnya shalat tahajjud. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh dosen fakultas tarbiyah dan guru besar program pascasarjana dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya, Prof. Dr. Mohammad Sholeh, Drs., M.Pd., PNI membuktikan bahwa shalat tahajjud yang dijalankan dengan gerakan tepat, rutin, dan tentu saja dengan tulus iklhas bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Prof. Sholeh ng menyebutkan, bahwa penelitian yang dilakukannya tahun 2000 selama satu semester ini dalam rangka menyelesaikan studi doktoralnya di Universitas Airlangga, Surabaya. "Jadi ini demi sebuah desertasi ," jelas bapak dua anak ini.
Sholeh memilih desertasinya dengan judul Pengaruh Shalat Tahajjud Terhadap Peningkatan Perubahan Respon Ketahanan Tubuh Imunologik: Suatu Pendekatan Psikoneuroimunologi
Teliti 51 Siswa SMU
Bagi kaum muslim, shalat tahajjud bukanlah sembahyang wajib. Karenanya tidak banyak yang melakukan sembahyang ini sampai berhari-hari dan terus menerus. Dalam riwayat Abu Daud dan At Turmudzy diceritakan, Ali r.a pernah berkata: "Shalat witir itu tidak diharuskan sebagaimana shalat fardhu, tetapi Rasulullah saw selalu mengerjakannya serta bersabda: "Sesungguhnya Allah itu witir (ganjil,yakni esa) dan suka pada witir maka shalat witirlah kamu sekalian wahai Ahlul Qur'an"
Kebiasaan melakukan sembahyang ini bermula ketika menjelang kenabian Nabi Muhammad SAW. Waktu itu sang Nabi sedang gundah gulana. Sebagai seorang yang saleh dan berhati bersih, pria tengah baya ini merasakan betapa mundurnya kehidupan moral di Mekah waktu itu.
Perbudakan, perampokan, penindasan terhadap wanita, dan segala keburukan lain membuat hidup menjadi tidak menyenangkan. Mau apa, aku ini? Itulah pertanyaan yang muncul darinya.
Maka, di suatu malam, Muhammad menyendiri dan merenungkan semua hal yang menimpa dirinya dan tanah kelahirannya. Tengah malam sampai menjelang pagi, Muhammad merasakan benar-benar kesedihan yang mendalam sekaligus berpasrah pada Sang Pencipta mau diapakan dirinya dan tempat kelahirannnya.
Saat itulah, kemudian muncul pesan dari malaikat Jibril yang sampai sekarang dikenal sebagai wahyu pertama dalam kitabsuci Al quran. Lalu di malam-malam selanjutnya, Nabi sering melakukan kegiatan menyendiri ini sebagai sebuah kegiatan yang intinya mau mengatakan bahwa beliau hanyalah manusia biasa. Tiada yang dapat dilakukannya kecuali hanya karena pertolongan dari Allah.
Kegiatan menyendiri yang diberi bentuk shalat di kemudian hari ini lalu biasa dilakukan oleh para pengikut Nabi tatkala mengalami berbagai persoalan yang dirasa berat untuk ditanggung.
Namun selama waktu itu, sejak kebiasaan sholat muncul sampai satu decade terakhir ini, tidak banyak yang tahu bahkan kaum muslim sekalipun, apa sebenarnya yang terjadi ketika mereka melakukan shalat tahajjud. Memang banyak ulama menyebutkan kalau shalat bisa memperbaiki akhlak. Tapi, bagaimanakah semua itu berlangsung?
Inilah yang mendorong Prof. Sholeh melakukan penelitian mengenai shalat tahajjud. Pria jebolan Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri ini di tahun 2000 meneliti sekitar 51 siswa SMU Luqman Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah, Surabaya.
Inilah yang mendorong Prof. Sholeh melakukan penelitian mengenai shalat tahajjud. Pria jebolan Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri ini di tahun 2000 meneliti sekitar 51 siswa SMU Luqman Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah, Surabaya.
"Saya minta mereka semua melakukan shalat tahajjud selama dua bulan penuh setiap hari," jelas pria yang menyelesaikan S2 pada bidang psikologi konseling di IKIP Malang. Dengan mengambil jumlah rakaat yang tidak terlalu banyak juga tidak sedikit, 2 rakaat salam empat kali serta witr tiga rakaat atau satu rakaat (total 8 rakaat), mereka mesti menjalankannya shalat pada jam 02.00 sampai 3.30.Tentu tidak semua berhasil. 51 siswa yang diteliti ini akan dipilah lagi.
"Mereka yang tidak pernah mengikuti senam pernapasan, komplit shalatnya sampai dua bulan, tidak pernah ikut toriqoh (zikir), dan tidak pernah melakukan tahajjud akan saya masukkan dalam kelompok sendiri untuk dilihat lebih lanjut hasilnya," ungkap Sholeh.
Ternyata dari 51 siswa, 23 orang hanya sanggup bertahan menjalankan shalat tahajjud selama sebulan. Beserta yang lainnya yang tidak memenuhi syarat dengan alasan misalnya shalatnya tidak lengkap sampai dua bulan meski bisa melampaui sebulan penuh atau tidak sampai sebulan, minum obat kortikisteroid, melakukan hal-hal lain selain tahajjud yang mempengaruhi sistem tubuh misalnya zikir, ke-23 siswa ini dijadikan kelompok sendiri.
Sampai akhirnya, tinggal 19 siswa saja yang sanggup bertahan melakukan shalat tahjjud selama dua bulan. Jadi ada dua kelompok. Mereka yang berhasil sampai dua bulan tanpa tambahan kegiatan lain dan mereka yang tidak selesai shalat sampai dua bulan.
Kesembilan belas orang ini menurut Sholeh mengalami perubahan secara mendasar. "Mereka ini yang menjalani shalat dengan tulus ikhlas, penuh dua bulan, gerakannya tepat, kekebalan tubuhnya meningkat," jelas Sholeh. Sementara yang tidak, perubahan secara berarti dari segi fisik maupun psikis tidak terlihat. Meningkatnya kekebalan tubuh inilah yang memungkinkan seseorang akan sulit kena penyakit dari yang sekedar infeksi sampai kanker.
Setidaknya ada beberapa parametes yang diukur Sholeh di tiga laboratorium (Klinika, Prodia, dan Paramita) di Surabaya untuk membuat kesimpulan ini. Dengan mengukur kadar hormon kortisol (glukokortikoid alami utama yang dikeluarkn korteks adrenal. Zat ini memengaruhi metabolisme glukosa, protein dan lemak) bisa diketahui apakah seseorang mengalami stress atau tidak.
Pada mereka yang berhasil melakukan shalat tahajjud sampai dua bulan hormon ini menaik. "Ini pertanda orang tersebut ikhlas dan tidak stress," ungkap Sholeh.
Meningkatnya hormon ini akan disertai dengan meningkatnya kandungan serotonin, epinefrin dan endorfin. Hormon-hormon ini adalah hormon yang membuat kita menjadi tenang dan merasa tenteram.
Sebaliknya, tingkat acetylcholine pada kesembilan belas orang ini menurun. Acetylcholine adalah ester asam asetat dari kolin yang berfungsi sebagai neurotransmitter atau bahan kimia yang berfungsi menyampaikan pesan dari sel saraf yang satu ke sel saraf yang lain.
"Bila bahan kimia ini meningkat, itu tandanya orang lagi stress. Akibat lanjutannya orang akan mudah marah, cemas, dan khawatir," jelas Sholeh. Stress juga ditandai bila kandungan vasopressin atau hormon yang dikeluarkan oleh hipotalamus (bagian otak) meningkat.
"Bila tingkat vasopressin ini tinggi dan menumpuk terus menerus, daya tahan tubuh orang akan menurun. Orang akan mudah kena kanker. "Dengan sendirinya berbagai sistem imun yang ada di tubuh seperti makrofag, basofil, monosit, dan lainnya tidak akan terproduksi.
Jadi, sekarang ini kalau orang bicara bahwa shalat bisa memperbaiki tingkat moral seseorang, ada alasan yang bisa dikemukakan dengan sangat masuk akal. Dengan shalat yang benar, dijalani tulus dan pasrah, serta rutin akan membuat fisik maupun psikis seseorang sehat. Ketenangan hati, pikiran, dan ketentraman jiwa akan menjadi status dasar mereka yang rajin shalat. Orang bisa berpikir logis, matang, dan benar-benar masuk akal. Orang menjadi tahu diri dan tidak seenaknya.
Selain itu, penyakit fisik akan enggan mampir dan mengidap ke tubuh mereka yang rajin shalat. Karena sistem kekebalan tubuhnya meningkat pesat.
"Dirikanlah shalat dari condong matahari sampai gelap malam dan Quran fajar (shalat subuh), sesungguhnya Quran fajar itu dipersaksikan. Pada malam hari hendaklah engkau bertahajjud sebagai tambahan untuk engkau, mudah-mudahan Maha Pemeliharamu mengangkat engkau ke tempat yang terpuji" (Al Quran surat Al Israa' ke-17 ayat 78-79).
Jadi, shalat ternyata tak hanya membuat seseorang yang melakukannya mendapatkan tempat (maqam) terpuji di sisi Allah, melainkan juga membuat sehat lahir batin. Kompas