Dari jauh, dua speedboat sudah menunggu. Masing-masing berisi dua orang, bersenjata lengkap. Mereka sigap mendekat dan menarik buntelan itu. Lalu bergegas merapat ke Sinar Kudus.
Hari itu, Sabtu 30 April 2011. Jarum jam menunjuk pukul 11.30 ketika 20 awak kru Kapal Kargo Sinar Kudus dijejer di atas Palka 2. Mereka digiring berbaris dalam todongan senjata laras panjang.
"Sebagian dari kami sudah pasrah jika harus dibunuh" kata Masbukin, mualim Sinar Kudus menuturkan ulang kejadian itu. " Banyak yang meneteskan air mata. Kalau duit jatuh dan kami tetap dibunuh?"
Siang itu adalah hari dimana pemilik kapal, PT Samudera Indonesia membayar duit tebusan para awak Sinar Kudus yang dirompak dan disandera selama 46 hari. Sudah ada dalam kesepakatan, kalau pengiriman duit itu harus dilihat 20 kru kapal. Mereka harus terlihat masih hidup.
Diantara oleh 10 paradin, yang melibatkan agen Badan Intelijen Negara, duit tebusan itu dibagi menjadi tiga buntelan, dan dijatuhkan di samping kiri dan kanan kapal.
" Pokoknya pesawatnya muter-muter tiga kali" kata Slamet Juari, Kapten Kapal Sinar Kudus. Kegiatan itu diamati Satuan Tugas "Duta Samudera" dari atas KRI Abdul Halim Perdanakusuma dan KRI Yos Sudarso, dari jarak 5 – 10 mil.
Begitu sampai di atas kapal Sinar Kudus, buntelan duit itu langsung dibuka. Mualim Masbukin dan Kapten Slamet, diminta membantu dan mengecek, duit ini palsu atau tidak. Dibawa ke ruang Kapten, keduanya disuruh menghitung duit. "Saya hitung duit tebusan sampai malam pegal juga" ujarnya.
Setelah itu, gembolan duit itu diserahkan ke M. Sallah, Komandan Perombak. Berita acara diteken, dikirim ke Jakarta. Selesaikan tugas Slamet dan bebaskah mereka seperti kesepakatan kalau enam jam duit diserahkan, perompak meninggalkan kapal?
"Ternyata tidak. Perkaranya baru dimulai lagi" kata Slamet. Saat itulah, menurut Slamet, keributan antar kelompok perompak terjadi. Mereka berselisih soal pembagian dan nilai tebusan.
Setidaknya ada empat kelompok. Tiga kelompok setuju minta tebusan senilai US $ 3 juta, satu lagi tidak setuju. Mereka yang tidak setuju, sampai mengancam akan mengambil alih kapal.
Urusan nilai tebusan agaknya jadi perkara rumit antarkelompok perompak. Semula, terjadi kesepakatan jumlah tebusan antara Samudera Indonesia dan perompak, juga permintaan agar Sinar Kudus bergerak ke arah timur mendekati KRI yang sudah ada disana. Pembayaran akan dilakukan 28 April.
Namun pada hari pelaksanaannya, rencana itu batal. Ada kelompok perompak lain yang naik ke kapal dan menuntut harga baru, US $ 9 juta. Kelompok ini belakangan tahu, Sinar Kudus mengangkut muatan bijih nikel milik PT Aneka Tambang senilai Rp 1 triliun.
Ketegangan mencapai puncaknya pada 27 April. Mereka minta tebusan dinaikkan. Tak hanya itu, mereka juga mengancam akan menembak mati seluruh awak kapal jika tuntutan itu tidak dipenuhi.
Saling cek cok sempat terjadi antara awak Sinar Kudus dan perompak. Awak Kapal yang emosi, menurut Slamet, sempat mengancam balik. Mereka siap meledakkan dan menghancurkan kapal dengan cara yang ada.
Perlawanan itu, kata Sugiyanto, kru bagian mesin Sinar Kudus, membuat perompak berpikir ulang. Mereka pun mengelar rapat membahas duit tebusan. Meski begitu, tetap saja tak menemukan kesepakatan.
Belakangan mereka saling bakuhantam. Adu jotos pun terjadi. Bahkan, ada yang sampai menyerang dengan mengarahkan dan mengeluarkan tembakan.
Melihat situasi itu, Kapten Slamet sempat pura-pura pingsan. " Mereka sudah sempat ingin saling bunuh," ujar Slamet. Beruntung tak ada korban. Para perompak akhirnya berhenti melakukan kekerasan terhadap dirinya.
Samudera Indonesia, melalui juru rundingnya tetap bersikukuh tak akan membuat kesepakatan lain. Jika tidak, menurut Wakil Direktur Utama PT Samudera Indonesia David Batubara, " Tentara akan mengambil alih" Akhirnya Kapten Sallah, pemimpin perompak Somalia menyepakati nilai tebusan.
Namun pertikaian tak selesai disitu. Begitu duit tebusan dibagi, pertikaian muncul kembali. Mualim Sinar Kudus Masbukin mengaku mendengar, duit tebusan dibagi menjadi empat bagian.
Misalnya investor, 50 persen, pembajak 30 persen, tokoh informal 10 persen dan penjaga 10 persen. " Mereka berantem lagi. Adu jotos lagi" kata Masbukin. " Mereka pukul-pukulan, tendang-tendangan"
Walhasil, kata Masbukin, itulah mengapa pembebasan itu akhirnya molor, 20 jam lebih dari kesepakatan enam jam yang ditentukan. Itu pun, masih diwarnai insiden kapal akan diambil alih kelompok perompak lainnya.